1. Proses atau sejarah perumusan pancasila
Menjelang tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan di
Asia Timur Raya, banyak cara yang digunakan jepang untuk menarik simpati
khususnya kepada bangsa Indonesia, salah satunya adalah janji Jepang untuk
memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana
Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
2. Pembentukan BPUPKI
Jepang meyakinkan bangsa Indonesia tentang kemerdekaan
yang dijanjikan dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan itu dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu
Junbi Cosakai. Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang untuk Jawa
pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan BPUPKI. Pada tanggal 28 April
1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya dilaksanakan
di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar
Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat,
wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P.
Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh
wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara.
Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan
persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945
sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan
dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai
pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat
tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
Mr. Mohammad Yamin
Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang
dasar negara Indonesia merdeka dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei
1945. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar
negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
1. peri kebangsaan;
2. peri kemanusiaan;
3. peri ketuhanan;
4. peri kerakyatan;
5. kesejahteraan rakyat.
Mr. Supomo
Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya
di hadapan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa
penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara
Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik
yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
1. persatuan;
2. kekeluargaan;
3. keseimbangan lahir dan batin;
4. musyawarah;
5. keadilan sosial.
Ir. Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat
kesempatan untuk mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Pemikirannya
terdiri atas lima asas berikut ini:
1. kebangsaan Indonesia;
2. internasionalisme atau perikemanusiaan;
3. mufakat atau demokrasi;
4. kesejahteraan sosial;
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai
saran teman yang ahli bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati
sebagai hari Lahir Istilah Pancasila.
Masa Persidangan Kedua (10–16 Juli 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi
rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI
akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia
perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia
Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang
pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri
atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul
Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno
Cokrosuryo, dan A. A. Maramis.
Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal
22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan
itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI
mengadakan sidang kedua. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan
undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang
beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil
ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H.
Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya
oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas HuseinJayadiningrat, H. Agus
Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang
Undang-Undang pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya
disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan
undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15
dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan
hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI
· Pembentukan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang.
Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21
orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas
12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari
Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi
sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh.
Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr.
Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki
Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul Kadir, Puruboyo, Yap
Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam
Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar
Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
3. Piagam Jakarta
Dan
perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat
jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan
pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
4. Pengesaha pancasila sebagai dasar Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara
Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu
tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan
menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum
sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan
sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal
tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari
Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka
mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan
pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai.
Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.
keputusan:
1) Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD
1945
2) Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh.
Hatta)
3) Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan
musyawarah darurat.
5. Fungsi pokok pancasila sebagai dasar Negara dan
ideology Negara
a. Pancasila sebagai dasar Negara :
1) Sebagai dasar Negara, pancasila berkedudukan sebagai
norma dasar atau norma fundamental (fundamental norm) Negara dengan
demikian Pancasila menempati norma hukum tertinggi dalam Negara ideologi
Indonesia. Pancasila adalah cita hukum ( staatside ) baik
hukum tertulis dan tidak tertulis ( konvensi ).
2) Sebagai sumber dari segala sumber hukum, Pancasila
merupaka n kaidah Negara yang fundamental artinya kedudukannya paling tinggi,
oleh karena itu Pancasila juga sebagai landasan ideal penyususnan arturan –
aturan di Indonesia. Oleh karena itu semua peraturan perundangan baik yang
dipusat maupun daerah tidak menyimpang dari nilai Pancasila atau harus
bersumber dari nilai -nilai Pancasila.
3) Sebagai Pandangan Hidup, yaitu nilai Pancasila
merupakan pedoman dan pegangan dalam pembangunan bangsa dan Negara agar tetap
berdiri kokoh dan mengetahui arah dalam memecahkan masalah ideologi, politik,
ekonomi, soaial dan budaya serta pertahanan dan keamanan.
4) Sebagai iiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, nilai
pancasila itu mencerminkan kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya kristalisasi
nilai budaya bangsa Indonesia asli, bukan diambil dari bangsa lain.
5) Sebagai Perjanjian luhur bangsa Indonesia, pancasila
lahir dari hasil musyawarah para pendiri bangsa dan negara ( founding
fathers) sebagi para wakil bangsa, Pancasila yang dihasilkan itu dapat
dipertanggungjawabkan secara moral, sisio kulturil. Moral dalam arti tidak
bertentangan dengan nilai agama yang berlaku di Indonesia, sosio kultural
berarti cerminan dari nilai budaya bangsa Indonesia, karena itu Pancasila
merangkul segenap lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk ini.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pancasila sebagai
dasar Negara merupakan norma dasar dalam kehidupan bernegara yang menjadi
sumber dasar, landasan norma, serta memberi fungsi konstitutif dan regulative
bagi penyusunan hukum –hokum Negara.
b. Pancasila Sebagai Ideologi Negara :
Dalam kehidupan sehari-hari istilah ideologi umumnya
digunakan sebagai pengertian pedoman hidup baik dalam berpikir maupun
bertindak. Dalam hal ini ideologi dapat dibedakan mejadi dua pengertian yaitu
ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti sempit. Dalam arti luas ideologi
menunjuk pada pedoman dalam berpikir dan bertindak atau sebagai pedoman hidup
di semua segi kehidupan baik pribadi maupun umum. Sedangkan dalam arti sempit,
ideologi menunjuk pada pedoman baik dalam berpikir maupun bertindak atau
pedoman hidup dalam bidang tertentu misalnya sebagai ideology Negara. Ideologi
Negara adalah ideologi dalam pengertian sempit atau terbatas. Ideologi Negara
merupakan ideologi mayoritas waga Negara tentang nilai -nilai dasar Negara yang
ingin diwujudkan melalui kehidupan Negara itu. Ideologi Negara sering disebut
sebagai ideologi politik karena terkait dengan penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara yang tidak lain adalah kehidupan politik. Pancasila
adalah ideologi Negara yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup
bernegara milik seluruh bangsa Indonesia bukan ideologi milik Negara atau rezim
tertentu. Sebagai ideologi, yaitu selain kedudukannya sebagai dasar Negara
kesatuan republic Indonesia Pancasila berkedudukan juga sebagai ideologi
nasional Indonesia yang dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
sebagai ikatan budaya ( cultural bond) yang berkembangan secara
alami dalam kehidupan masyarakat Indo nesia bukan secara paksaan atau Pancasila
adalah sesuatu yang sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari bangsa
Indonesia. Sebuah ideologi dapat bertahan atau pudar dalam menghadapi perubahan
masyarakat tergantung daya tahan dari ideologi itu. Alfian mengatakan
bahwa kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki
oleh ideologi itu, yaitu dimensi realita, idealisme,
dan fleksibelitas. Pancasila sebagai sebuah ideologi
memiliki tiga dimensi tersebut:
1) Dimensi realita, yaitu nilai-nilai dasar
yang ada pada ideologi itu yang mencerminkan realita atau kenyataan yang hidup
dalam masyarakat dimana ideologi itu lahir atau muncul untuk pertama kalinya
paling tidak nilai dasar ideologi itu mencerminkan realita masyarakat pada awal
kelahira nnya.
2) Dimensi Iidalisme, adalah kadar atau
kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu mampu memberikan
harapan kepada berbagai kelompok atau golongan masyarakat tentang masa depan
yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
3) Dimensi Fleksibelitas atau dimensi
pengembangan, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya Mempengaruhi artinya ikut
wewarnai proses perkembangan zaman tanpa menghilangkan jati diri ideologi itu
sendiri yang tercermin dalam nilai dasarnya. Mempengaruhi berarti pendukung
ideologi itu berhasil menemukan tafsiran –tafsiran terhadap nilai dasar dari
ideologi itu yang sesuai dengan realita -realita baru yang muncul di hadapan
mereka sesuai perkembangan zaman.
Menurut Dr.Alfian Pancasila memenuhi
ketiga dimensi ini sehingga pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka.
Fungsi Pancasila sebagai ideologi Negara, yaitu:
1) Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia
adalah bangsa yang majemuk.
2) Mengarahkan bangsa Indonesia menuju tujuannya dan
menggerakkan serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan.
3) Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan
sebagai dorongan dalam pembentukan karakter bangs a berdasarkan Pancasila.
4) Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai
kedaan bangsa dan Negara.
0 komentar:
Posting Komentar