Halaman dari Buku Ikhtisar Perhitungan dengan Penyelesaian dan
Perimbangan karya Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī (sekitar 820 Masehi)
Cabang pengkajian yang dikenal
sebagai sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan
terhadap metode dan notasi matematika di masa silam.
Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia,
contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kemilau
hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan
adalah Plimpton
322 (matematika
Babilonia sekitar 1900 SM),[1] Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir
sekitar 2000-1800 SM)[2] dan Lembaran Matematika Moskwa (matematika
Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema yang umum
dikenal sebagai teorema Pythagoras,
yang tampaknya menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas
setelah aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan matematikawan
Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui pengenalan
penalaran deduktif dan kekakuan matematika
di dalam pembuktian matematika)
dan perluasan pokok bahasan matematika.[3] Kata "matematika" itu sendiri
diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα (mathema), yang berarti
"mata pelajaran".[4] Matematika
Cina membuat sumbangan dini, termasuk notasi
posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan
operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada
milenium pertama Masehi di dalam matematika
India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika Islam.[5][6] Matematika
Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan
matematika ke peradaban ini.[7] Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab
tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan
matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Dari zaman kuno melalui Zaman Pertengahan, ledakan kreativitas matematika
seringkali diikuti oleh abad-abad kemandekan. Bermula pada abad Renaisans Italia pada abad ke-16, pengembangan matematika baru,
berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang berlanjut hingga
kini.
Daftar isi
|
Matematika prasejarah
Tulang
Ishango, dari 18000 20000 SM.
Asal mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep bilangan, besaran,
dan bangun. Pengkajian modern terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini
tidak berlaku unik bagi manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian
sehari-hari di dalam kawanan pemburu. Bahwa konsep bilangan berkembang tahap
demi tahap seiring waktu adalah bukti di beberapa bahasa zaman kini mengawetkan
perbedaan antara "satu", "dua", dan "banyak",
tetapi bilangan yang lebih dari dua tidaklah demikian.
Benda matematika
tertua yang sudah diketahui adalah tulang
Lebombo, ditemukan di pegunungan Lebombo di Swaziland dan mungkin berasal dari tahun 35000
SM.[9] Tulang ini berisi 29 torehan yang
berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula baboon. Terdapat bukti bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka; 28 sampai 30 goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan tanda yang berbeda.[11] Juga artefak prasejarah ditemukan di Afrika dan Perancis, dari tahun 35.000
SM dan berumur 20.000 tahun,[12] menunjukkan upaya dini untuk
menghitung waktu.[13]
Tulang Ishango,
ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur laut Kongo),
berisi sederetan tanda lidi yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang
itu. Tafsiran umum adalah bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno
yang sudah diketahui tentang barisan
bilangan prima[10] atau kalender lunar enam bulan.[14] Periode Predinastik
Mesir dari milenium ke-5 SM, secara grafis menampilkan
rancangan-rancangan geometris. Telah diakui
bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia, dari milenium ke-3 SM, menggabungkan
gagasan-gagasan geometri seperti lingkaran, elips,
dan tripel
Pythagoras di dalam rancangan mereka.[15]
Timur Dekat kuno
Mesopotamia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Matematika
Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq)
sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik.[16] Dinamai "Matematika
Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk
belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika
Islam.
Bertentangan
dengan langkanya sumber pada Matematika
Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih
daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an.[17] Ditulis di dalam tulisan
paku, lempengan ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan dibakar
di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya
adalah karya rumahan.
Bukti terdini
matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang
membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira
2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel
perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan
latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan
Babilonia juga merujuk pada periode ini.[18]
Sebagian besar lempengan
tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan
meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan
perhitungan bilangan
regular, invers
perkalian, dan bilangan
prima kembar.[19] Lempengan itu juga meliputi tabel
perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM
memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika
Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu
jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di
dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga,
tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem
nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih
kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan
kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali
harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Mesir
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Matematika Mesir
Matematika Mesir merujuk pada
matematika yang ditulis di dalam bahasa
Mesir. Sejak peradaban helenistik, Yunani
menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak
itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang
membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di
bawah Khilafah
Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab
menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika
Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind
(kadang-kadang disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya),
diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah
salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah
yaitu dari tahun 2000-1800 SM.[20]
Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri.
Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan
pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika
lainnya,[21]
termasuk bilangan komposit dan prima;
rata-rata aritmetika,
geometri, dan harmonik; dan pemahaman
sederhana Saringan Eratosthenes dan teori
bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6).[22]
Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan
linear orde satu [23]
juga barisan aritmetika dan geometri.[24]
Juga tiga unsur
geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling
sederhana mengenai geometri analitik: (1)
pertama, cara memperoleh hampiran π yang akurat kurang dari satu persen; (2)
kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran;
dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.
Naskah matematika
Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari
zaman Kerajaan
Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM.[25]
Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali
ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus
karena soal itu memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal:
"Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4
satuan panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4,
sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2,
sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga
dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56.
Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira
1300 SM [26])
menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde
dua.[27]
[sunting] Matematika Yunani
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Matematika
Yunani
Pythagoras dari Samos
Matematika Yunani
merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa
Yunani antara tahun 600 SM sampai 300 M.[28]
Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur,
dari Italia
hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya
dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar
Agung kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.
Thales dari Miletus
Matematika Yunani
lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan
pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih terpelihara
menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang
yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan
Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk
menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.[29]
Matematika Yunani
diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus
(kira-kira 624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos
(kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan,
mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut
legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri,
dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales menggunakan
geometri
untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu
dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan
penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat
akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya,
dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang
menghasilkan temuan matematika.[30]
Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang
mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah
"semua adalah bilangan".[31]
Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan
merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai
sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras,[32]
meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan
dengan bukti keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai
355 SM) mengembangkan metoda kelelahan, sebuah
rintisan dari Integral
modern. Aristoteles
(kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides
(kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh
matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga
mengkaji kerucut.
Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat
terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-20.[33]
Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen
menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat
tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM)
digunakan untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes
(kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan untuk
menghitung luas di
bawah busur parabola
dengan penjumlahan barisan tak
hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi.[34]
Dia juga mengkaji spiral yang mengharumkan
namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem
rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
[sunting] Matematika Cina
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Matematika Cina
Sembilan Bab
tentang Seni Matematika.
Matematika Cina
permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari belahan
dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil pengembangan
yang mandiri.[35]
Tulisan matematika yang dianggap tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara
1200 SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.[36]
Hal yang menjadi
catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi posisional
bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" di mana sandi-sandi
yang berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi
lainnya sebagai perpangkatan dari sepuluh.[37]
Dengan demikian, bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk "1",
diikuti oleh lambang untuk "100", kemudian lambang untuk
"2" diikuti lambang utnuk "10", diikuti oleh lambang untuk
"3". Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling
canggih di dunia pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode
masehi dan tentunya sebelum dikembangkannya sistem bilangan India.[38]
Bilangan batang memungkinkan penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan
memungkinkan perhitungan yang dilakukan pada suan pan, atau (sempoa Cina).
Tanggal penemuan suan pan tidaklah pasti, tetapi tulisan terdini berasal
dari tahun 190 M, di dalam Catatan Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu
Yue.
Karya tertua yang
masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan kanonik filsafat Mohisme kira-kira
tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi (470–390 SM). Mo Jing
menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu
fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi matematika.
Pada tahun 212 SM,
Kaisar Qín Shǐ
Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di dalam Kekaisaran Qin
selain daripada yang resmi diakui pemerintah haruslah dibakar. Dekret ini tidak
dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari perintah ini adalah begitu
sedikitnya informasi tentang matematika Cina kuno yang terpelihara yang berasal
dari zaman sebelum itu. Setelah pembakaran
buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya
matematika yang barangkali sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah
hilang. Yang terpenting dari semua ini adalah Sembilan
Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul dari tahun 179
M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia terdiri dari 246
soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan geometri yang
menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk menara pagoda Cina, teknik, survey, dan
bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri
tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di
Barat. Ia menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya
pada karya ini pada abad ke-3 M.
Zhang Heng
(78–139)
Sebagai tambahan,
karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang Heng
(78–139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara perhitungan yang dilakukan oleh
Liu Hui. Zhang Heng menggunakan rumus pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga
terdapat karya tertulis dari matematikawan dan teoriwan
musik Jing Fang (78–37 SM); dengan
menggunakan koma Pythagoras, Jing
mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri
31 oktaf. Ini
kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan
tidak pernah dihitung dengan tepat di tempat lain
hingga seorang Jerman, Nicholas Mercator
melakukannya pada abad ke-17.
Bangsa Cina juga
membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal sebagai kotak ajaib dan lingkaran ajaib,
dijelaskan di zaman kuno dan disempurnakan oleh Yang Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung
nilai pi sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling
akurat selama hampir 1.000 tahun.
Bahkan setelah
matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans,
matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan
menurunnya hasil matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti Matteo
Ricci membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di antara dua
kebudayaan dari abad ke-16 sampai abad ke-18.
[sunting] Matematika India
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Matematika India
Arca Aryabhata.
Karena informasi tentang keujudannya tidak diketahui, perupaan Aryabhata
didasarkan pada daya khayal seniman.
Peradaban terdini
anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus yang mengemuka di
antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai
Indus. Kota-kota mereka teratur secara geometris, tetapi dokumen matematika
yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.[39]
Matematika Vedanta
dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha Brahmana
(kira-kira abad ke-9 SM), menghampiri nilai π,[40]
dan Sulba Sutras (kira-kira
800–500 SM) yang merupakan tulisan-tulisan geometri yang
menggunakan bilangan irasional, bilangan
prima, aturan tiga dan akar kubik; menghitung akar
kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan; memberikan metode
konstruksi lingkaran yang luasnya
menghampiri persegi yang diberikan,[41]
menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat;
mengembangkan tripel Pythagoras secara
aljabar, dan memberikan pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Pāṇini (kira-kira abad ke-5
SM) yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta.[42]
Notasi yang dia gunakan sama dengan notasi matematika modern, dan menggunakan
aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3
sampai abad pertama SM) di dalam risalahnya prosody menggunakan alat
yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner. Pembahasannya tentang kombinatorika
meter bersesuaian dengan
versi dasar dari teorema binomial. Karya Pingala juga berisi
gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci (yang disebut mātrāmeru).[43]
Surya
Siddhanta (kira-kira 400) memperkenalkan fungsi trigonometri sinus, kosinus, dan
balikan sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang menentukan gerak sejati
benda-benda langit, yang bersesuaian dengan posisi mereka sebenarnya di langit.[44]
Daur waktu kosmologi dijelaskan di dalam tulisan itu, yang merupakan salinan
dari karya terdahulu, bersesuaian dengan rata-rata tahun siderik 365,2563627
hari, yang hanya 1,4 detik lebih panjang daripada nilai modern sebesar
365,25636305 hari. Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
dan bahasa
Latin pada Zaman Pertengahan.
Aryabhata,
pada tahun 499, memperkenalkan fungsi versinus, menghasilkan tabel trigonometri
India pertama tentang sinus, mengembangkan teknik-teknik dan algoritma aljabar, infinitesimal, dan persamaan diferensial, dan memperoleh solusi
seluruh bilangan untuk persamaan linear oleh sebuah metode yang setara dengan
metode modern, bersama-sama dengan perhitungan [[astronomi] yang akurat
berdasarkan sistem heliosentris gravitasi.[45]
Sebuah terjemahan bahasa Arab dari karyanya Aryabhatiya tersedia
sejak abad ke-8, diikuti oleh terjemahan bahasa Latin pada abad ke-13. Dia juga
memberikan nilai π yang bersesuaian dengan 62832/20000 = 3,1416. Pada abad
ke-14, Madhava dari Sangamagrama menemukan rumus Leibniz untuk pi,
dan, menggunakan 21 suku, untuk menghitung nilai π sebagai 3,14159265359.
0 komentar:
Posting Komentar